Qana`ah
Menuju pintu hati yang lapang
Memiliki harta kekayaan dan kekuasaan adalah impian bagi kebanyakan manusia.
Sulit rasanya mencari orang yang mampu menahan dua keinginan tersebut yang menjadi impian kebanyakan manusia itu. Bahkan ada yang mampu bertindak seperti berani mati seumpama menggunakan kepala sebakai kaki dan kaki sebagai kepalanya. Ramai orang yang menganggap bahwa harta dan kekuasaan adalah kebahagiaan bagi manusia. Mereka berlomba-lomba untuk mencari dan memburu harta dan kekuasaan itu , Tidak perduli salah atau benar cara yang di lakukan untuk mencapai dan memiliki dua benda tersebut.
Kebanyakan orang sudah tidak mau lagi berfikir untuk mendapatkan berkat dan nikmat hidup yang abadi. Sebenarnya bekerjapun adalah suatu rangkaian ibadah kalau ia dilandasi oleh sifat Siddiq,Amanah,Tabliq dan Fatanah. Tetapi kebanyakan manusia yang kita dapati adalah mereka menggunakan harta dan kekuasaan itu untuk bersenang-senang dan berpoya-poya menurut hawa nafsunya sendiri serta di atas penderitaan banyak orang.
Dalam keadaan atau kondisi seperti ini, ” materialisme” atau harta dan kuasa adalah benda yang mulia bagi mereka atau dapat menyelesaikan semua masaalah, pemikiran ini mulai menjamah dan menancap ke dalam hati dan jiwa mereka dan tak ada siapa bisa mengasingkannya dari dua keinginannya ini kecuali dirinya sendiri. Perbedaan hak dan taraf hidup sudah sangat jauh dari keadilan. Perasaan cemburu di sekelilingnya tak dapat di elakkan. Saat seseorang hidupnya senang serta bekecukupan, namun seseorang yang lainnya hanya mampu melihat dan dan mengusab dadanya karena serba kekurangan.
Bisa jadi kalau benteng hati siserba kekurangan itu kuat dan kokoh, maka dia dapat bersabar untuk melalui cobaan dan godaan yang menimpanya itu. Namun kebanyakan yang terjadi adalah justru sebaliknya. Kebanyakan mereka cemburu dan ingin mencapai dan meraih hasil yang sama, namun mereka enggan berusaha dengan jalan yang benar dan hasil yang bersih.
Maka tidaklah heran kalau kita lantas sering mendengar dan melihat terjadinya tindakan jenayah atau kasus-kasus kejahatan yang semakin hari semakin meningkat seperti perampokan, penganiayaan, pembunuhan dsb. Rangkaian tindakan-tindakan ini tentunya adalah luapan dari rasa kekalahan atau tidak puas yang mereka hadapi dan alami. Mereka tidak dapat lagi mengontrol dan menahan keinginan yang berlebihan dan melampaui batas itu. Mereka terjebak oleh hawa nafsu yang menjerumuskan mereka kedalam kancah kemaksiatan dan permainan kotor tersebut.
Dewasa ini kita dapat melihat masyarakat kita seolah-olah sedang menuju kepada kehancuran moral, padahal masyarakat kita bukanlah masyarakat yang tidak mengenal agama. Sebagian kita ialah faham dan fasih berbicara apa yang baik dan apa yang buruknya.
Ada hal yang penting dan mendasar yang kita harus ”muhasabah” diri dan merenunginya kembali. Hati kita telah di rasuki oleh perasaan yang tidak pernah merasa puas atas setiap nikmat yang Tuhan berikan kepada kita. Hati kita sudah jauh dari sifat ” qana`ah”, suatu sifat di mana seseorang yang dapat menerima dengan hati yang lapang apa saja yang di berika Tuhan. Abu Zakaria al-Ansari menyebut bahwa sifat ” warak” adalah buah dari sikap ” zuhud”. Sedangkan aifat ” redho” adalah merupakan buah dari sikap ”qana`ah”
Kedua sikap tersebut memang saling bertalian. Ketika sesorang yang dalam hatinya tertanam sifat ” zuhud”, maka hatinya di tumbuhi juga sifat ” qana`ah”. Orang yang dalam hatinya di tumbuhi sifat ” qana`ah” ini, ia akan mudah menjalani hidup ini. Hatinya ” redha” rela serta ikhlas menerima baik buruknya sesuatu yang terjadi kepadanya. Ia juga selalu dapat mengontrol hawa nafsu yang dapat menghalanginya dari jalan terus maju dalam hidupnya sehingga bila ia sudah melewati tahap ini, maka ia pantas di sebut ” zahid”. Dirinya tidak dapat di bius atau di giur dengan hawa nafsu harta benda dan kesenangan dunia.
Memang keinginan yang bersifat duniawi atau keduniaan adalah hal yang sangat pantas dan wajar untuk di miliki oleh manusia. Keinginan ini termasuk bentuk naluri manusiawi atau kemanusiaan yang normal. Namun begitu manusia sering juga terjebak oleh tipu daya dunia itu sendiri. Keindahan dan kelazatan yang di sajikan dunia, menarik-narik hati manusia untuk terjun ke dalamnya. Dan pada akhirnya merekapun menjadi hamba yang cinta dunia atau sudah menjadi alat permainan syetan, yaitu musuh yang nyata bagi umat manusia. Cinta dan kesenangan yang akan membawanya lalai dari mengingat Allah swt.
Sementara orang yang hatinya di penuhi sifat “ qana`ah”, ianya tentu dapat mengendalikan keinginan untuk memiliki sesuatu yang ia sudah memilikinya. Ini karena sesuatu yang ingin di miliki, terkadang tidak begitu di perlukannya. Sebagaimana yang di katakan oleh Abu Bakar al-Magarabi, Bahwa sikab ” qana`ah” merupakan kunci dalam mengatur urusan dunia dan akhirat. Dengan demikian ” qana`ah” adalah satu jalan untuk melatih diri dalam mengatur pola hidup secara adil dan sederhana.
Memang sulit dan sukar kalau tidak terbiasa. Ibarat kata pepatah ” alah bisa karena biasa”, bahkan sering kali menggoyahkan Iman. Kebanyakan orang lari karena tidak bersedia menerima kenyataan hidup yang pahit. Sayang sekali ada orang yang menganggap remeh, bahwa salah satu sifat yang di miliki oleh ahli kelompok tasawuf merugikan keberlangsungan hidup. Sifat yang menurut Muhammad bin Tarmizi, ialah mengharuskan seseorang memiliki jiwa yang lapang dengan rezeki yang diberikan Allah swt, sehingga rasa tamak dan rakus pada apa yang telah di milikinya bisa hilang.
Bukankah jika rasa tamak dan rakus itu punah dari dalam hati, maka dengan sendirinya hawa nafsu itu akan lari dari hati yang lapang?. Dan dengan begitu, segala perbuatan kita dapatlah di kendalikan dari lingkaran permainan hawa nafsu dunia. Ada baiknya kita bandingkan dengan melihat peri laku kehidupan orang-orang sufi dahulu. Pola hidup mereka sangat sederhana . Makan minumpun ala kadarnya. Dan tidak jarang juga mereka meninggalkan rumah mereka untuk meraih kekusyukan beribadah
Sebut saja seperti saidina Ali bin Abi Talib ra, Abu Zar Al al- Giffari ra, Imam al-Gazali dan Rabiah al-Adawiah. Mereka adalah sebagian kecil ahli ibadat yang hidup dengan sikap ” qana`ah”. Mungkin inilah yang melatar belakangi tanggapan umum tersebut itu. Dari sana kita dapat melihat seakan-akan mereka tidak berusaha. Maka kita memahami bahwa tindakan ahli tasawuf yang demikian mengajar umat kepada bersikap fatalis atau berserah saja pada nasib .
M
enganggap apa yang telah diberikan Tuhan adalah nikmat yang sudah pasti akan datang dengan sendirinya tanpa usaha dan bekerja,. Segala keperluan hidup akan menghampiri dengan sendirinya. Semudah itukah mata kita memandang dan memahami sifat “ qana`ah” itu?. Sifat yang nabi saw sendiri pun berpesan agar menanamkan “ qanq`ah” di setiap hati umatnya. Sifat yang tidak dapat dipahami dengan lisan, namun dapat di rasakan langsung oleh orang yang mengamalkannya.
Hatta
” Rasulullah saw sendiripun perna h mengetatkan ikatan pinggangnya. Ini karena pada suatu ketika baginda tidak mendapati apapun yang dapat di makan”
Qana`ah kekayaan kekal abadi yang tak tertandingi.
Allah swt berfirman:
”Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi, melainkan Allah lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata ( Lauh Mahfuzh)”. ( s. Hud: 6). Kadang kala harta yang melimpah ruah tidak dapat mencukupi keperluan hidup, apa bila hati sudah tidak pernah merasa cukup dan ada saja yang dirasakan kekuranga. Sebagai contoh. Kadang kala dalam masa dan waktu-waktu tertentu, menggunakan kenderaan 2 roda lebih memudahkan kita dari pada menggunakan kenderaan 4 roda.
Akan tetapi sayangnya, apa bila hujan turun atau panas mata hari yang membakar, tubuh kita tak dapat terlindungi dengan menggunakan kenderaan roda dua tersebut yang tak berbumbung. Maka lalu kita pun akhirnya ingin memiliki kedua-dua jenis kenderaan itu yang lebih lengkap dan cocok untuk segala situasi.
Demikianlah terus menerus. Hati kita tidak pernah merasa puas memiliki sesuatu yang akhirnya malah hidup kita sendiri yang tidak terarah lagi kepada tujuan hidup yang naluri kita sendiri sebenarnya menginginkannya. Karena itu, nabi saw berpesan melalui sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Imam Tabrani bahwa “qana`ah” adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan pernah lenyap.Maka jika harta yang ada tidak pernah habis, tentu segala keperluan akan selalu cukup dan mencukupi.
Demikianlah maksud sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Tabrani ini. Yaitu yang mampu membawa ketenangan dan rasa tentram dalam hati dan jiwa kita. Sehingga dengan ketenangan dan rasa tentram itu, maka tubuh badan pun akan selalu merasa cukup dengan apa-apa yang telah di berikan Tuhan kepadanya. Tanpa perlu merasa takut akan kemiskinan. Karena pada hakikatnya, seorang yang bersifat “ qana`ah”, adalah orang yang kaya hati dan selalu sabar menghadapi segala situasi.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menyebut bahwa, “ kekayaan itu bukan karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati”. Adakah yang lebih sukar dan susah meraih kekayaan selain menggapai kaya hati?. Harta benda adalah bentuk materialitas yang masih bisa di kejar, di cari dan di raih dengan giat berusaha dan bersunggu-sungguh, tentu ianya dapat di wujudkan.
Namun kaya hati adalah, Adakah orang lain selain kita sendiri yang dapat menjamin dan menanggung kita bisa mencapainya?. Hal lain yang perlu di perhatikan inti sari sifat “ qana`ah” adalah hendak mengingatkan setiap insan untun mencapai syukur nikmat. Dengan kelapangan hati dan jiwa yang di miliki, maka akan memudahkan seseorang untuk selalu mensyukuri segala nikmat yang di berikan kepadanya. Dia menganggap bahwa rezeki yang di berikan Tuhan kepadanya adalah semata-mata belas kasih Allah ta`ala bagi seluruh hamba-hamba-Nya.
Dia selalu membasuhi mulut dan hatinya dengan ungkapan-ungkapan syukur. Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah yang di riwayatkan oleh Bukhari bahwa nabi saw bersabda:
“ Jadilah kamu orang “qana`ah”! Kelak kamu akan menjadi orang yang banyak bersyukur”
Cara melatih diri
Lucunya tidak sedikit orang yang menganggap sifat ” qana`ah” ini secara rambang seperti yang telah di sentuh sedikit yaitu tentang tanggapan mereng orang yang melihat tingkah laku orang-orang sufi dengan sifat ”qana`ah” nya. Banyak yang beranggapan, bahwa ” qana`ah” adalah sikap seseoarang untuk menerima apa adanya yang di berikan Tuhan kepadanya tanpa mau bekerja dan berusaha. Sungguh hal ini adalah penafsiran yang sembarangan dan keliru. Seperti orang yang cukup hanya dengan berdo`a saja tanpa mau bekerja dengan bersungguh-sungguh untuk mempertahankan hidup. Dia hanya mengharap belas kasihan orang semata-mata.
S
yekh Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab ” al-Fathur Rabbani wal Faidurrahmani” menyebut bahwa ” qana`ah” adalah seorang yang tidak merasa rakus dan meminta-minta, dan juga bukan pemalas. Sebab malas adalah di larang dalam agama. Ada baiknya kita renungkan sejenak kisah dalam hadis nabi s.a.w yang di ceritakan oleh Hakim bin Hisam. Katanya suatu hari Hakim ini meminta sesuatu kepada nabi s.a.w. Dan permintaannya ini di penuhi oleh nabi s.a.w. Lalum kemudian Hakim berfikir, kenapa keinginannya di penuhi dengan cepat? Hanya dengan meminta kepada orang lain, ia tidak perlu bersusah payah untuk mencarinya. Maka terlintas dalam benaknya untuk melakukannya lagi.
Hakim lalai bahwa hawa nafsu sedang menguasai hati dan fikirannya.Ia lupa bahwa Allah s.w.t telah berfirman dalam surah “al-Baqarah ayat 273”, yang bahwa sedekah itu hanya bagi mereka orang-orang miskin, yang tertahan diri mereka dalam perjuangan untuk menegakkan agama Allah hingga tidak dapat bepergian di bumi untuk mencari rezeki, hingga di sangka oleh orang-orang tidak mengetahui, se olah-olah mereka sudah kayak arena tidak pernah meminta-minta.
Dalam kesempatan yang lain, saat Hakim merasa kekurangan, diapun kembali meminta kepada nabi s.a.w untuk yang kesekian kalinya. Baginda tetap memenuhi keinginannya. Namun dalam kesempatan itu, nabi s.a.w berkata kepadanya: “ Wahai Hakim bin Hisam! Harta memang manis dan indah. Siapa mengambilnya dengan lapang dada, maka dia di beri berkah. Sebaliknya bila menerimanya dengan kerakusan, maka tidak akan ada keberkahan. Seperti halnya orang yang makan minum, ia tidak pernah merasa kenyang”.
Salah seorang sahabat nabi yang lain yang bernama Sauban pernah melakukan hal yang sama . Ini adalah kisah hadis yang di riwayatkan oleh Abu Daud. Ini mengisahkan bahwa Sauban pernah meminta-minta dari orang lain tak terkecuali dari Rasulullah s.a.w sendiri, dan Rasulullah tetap memenuhi permintaan Sauban ini. Seperti halnya Hakim bin Hisam, nabi pun mengatakan hal yang serupa namun dengan hadis yang berbeda. Sabda nabi s.a.w: ” Siapakah yang berani menjamin dirinya kepadaku? Tidak akan meminta-minta apapun dari sesama manusia. Dan aku menjamin syurga baginya!”.
M
endengar teguran tersebut, Sauban sadar dan menyadari kekeliruannya, dan iapun gembira mendengarnya bahwa nabi s.a.w menjamin syurga bagi seseorang . Demi menghindarkan sebuah perbuatan yang ringan, namun sering orang lalai dan sukar melakukannya. ” ya saya ya Rasulullah” jawab Sauban. Maka sejah itu, Sauban pun tak pernah lagi meminta-minta apapun dari orang lain.
Mungkin ada di antara kita yang ingat akan sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Muslim. Nabi s.a.w bersabda: ” Adalah orang yang meminta-minta untuk memperbanyak kekayaannya, maka tak lain hanya memperbanyak bara api. Maka terserah kepadanya, akan memperbanyak bara api ataukah menguranginya” Tentu saja, pastinya tidak ada orang yang tenang memiliki kekayaan yang di perolehi dengan jalan yang di larang oleh agama. Harta yang di miliki itu kelak akan berbalik menyergap dan menyiksanya. Kelak dia akan menjelma sebagai saksi yang akan menuntut pertanggung jawaban. Dengan demikian, bukankah harta yang di simpan itu laksana bara api yang akan membakar dan menghapuskan amalannya semasa menjalani hidup di dunia? Semoga kita dapat menghindari hal yang demikian, dan mengisi hati dan jiwa kita dengan sifat ” qana`ah” dan mengamalkannya dengan bersunggu-sungguh sebagai syarat agar Allah s.w.t dapat mengangkat harkat dan darjat mertabat kita ke tahap yang lebih baik dan mulia dunia dan akhirat.
Rasulullah s.a.w bersabda: ” Selalu seseorang itu minta-minta sehingga ia nanti berhadapan dengan Allah s.w.t ( Tuhan Semesta Alam ) dan tiada sepotong dagingpun di mukanya” ( H R Bukhari dan Muslim).
WASSALAM